Home » » Kebo Iwa dalam Sumpah Palapa

Kebo Iwa dalam Sumpah Palapa

Written By sanggarsejarah on Sabtu, 06 Juli 2013 | 23.58




KEBO IWA DALAM SUMPAH PALAPA
By: Menara Hitam


Perhatikan gambar di bawah ini! Gagah bukan? Teman-teman pasti tahu nama mahapatih Majapahit  tersebut. Beliau memang sosok yang luar biasa hebat! Tapi apakah tak terkalahkan? Apakah beliau adalah jawara tunggal di kancah dunia persilatan ketika itu? Adakah sosok lain yang disegani beliau? Jawabanya: ADA! Tepat sekali, jawaban mengarah pada judul di atas. Lalu apa kaitanya dengan Sumpah Palapa secara spesifik? Mari simak artikel ini.



Pada masa ekspansi militer Majapahit ke arah timur Nuswantara, tersebutlah sosok Panglima militer Bedahulu yang dengan gagah menghadang pasukan Gajah Mada dan Arya Damar ke Bali. Mereka beradu kekuatan hingga pihak Majapahit menyadari kekuatan Panglima itu tidak bisa dikalahkan dengan hanya sebuah perang tanding. Alhasil, sosok ksatria tersebut naik daun di Nuswantara, menjadi momok bagi siapa saja yang ingin berperang dengan Bali, tidak terkecuali Majapahit sendiri. Itu terjadi sekitar pertengahan abad 13 Masehi. Panglima perkasa tersebut dikenal dengan nama Kebo Iwa (1324 M-1343 M).

Namun kita ketahui, kekuatan bukan sekedar otot, bukan sekedar kepalan tangan. Strategi militer atau taktik merupakan bagian hakiki pembentuk kekuatan itu sendiri. Pintar dan cerdik adalah landasanya. Hal itulah yang dilakukan Ratu Tribhuana Tunggadewi beserta petinggi-petinggi Majapahit dalam mengatasi Kebo Iwa. Serangan-serangan terus menerjang Bedahulu. Dengan penuh taktik, bertahap akhirnya kemenangan digenggam Wilwatikta (Majapahit) sekitar tahun 1343 Masehi. Mahapatih pencetus “Bhinneka Tunggal Ika” tersebut otomatis menaklukan Bali seutuhnya di bawah naungan Majapahit.





Akan tetapi ada hal menarik dan mengharukan yang terjadi antara Gajah Mada dan Kebo Iwa pada masa penaklukan Bali. Kisah ini sebenarnya beragam versi, namun dari rujukan beberapa sumber kira-kira beginilah ceritanya:

Kita ketahui di atas bahwa Majapahit sangat kesulitan dalam menaklukan Bali. Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Mahapatih beserta para menteri pun mengadakan rapat besar-besaran. Fokus permasalahan terdapat pada sosok terkuat di Bedahulu yang tak lain adalah Kebo Iwa atau dikenal Kebo Taruna atau Kebo Wandira. Rapat akhirnya memutuskan bahwa momok menakutkan dari Bali itu harus disingkirkan terlebih dahulu. Sebagai langkah awal siasat, Ratu Wilwatikta mengutus Gajah Mada pergi ke Bedahulu untuk melakukan perdamaian. Tipu muslihat tersebut terimplementasi dengan sepucuk surat di tangan Mahapatih, isinya tak lain adalah tanda permohonan damai dan diplomasi kenegaraan.

Sesampainya di Sukawati, Gianyar, Bali. Patih Gajah Mada dijemput oleh Kipasung Grigis yang sudah mengetahui perihal kedatangan patih Gajah Mada. Pesan kepada Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten (Raja Bedahulu) tersampaikan. Umbul-umbul Merah-Putih dengan segala kesabaranya menanti tertancap di tanah Bali. Hingga beberapa pekan terlewati suasana kedua belah pihak tampak tenang, tak ada pertumpahan darah lagi. Setidaknya untuk beberapa saat. Gajah Mada dengan ambisi Sumpah Palapanya dan Kebo Iwa sebagai ksatria yang berjanji menjaga negaranya pastinya akan berbenturan. Akan ada yang menjadi arang ataupun abu.



Kisah haru: tangis sesal sang perkasa.
Suatu saat Kebo Iwa di undang ke Jawa untuk membantu mengatasi kekeringan yang melanda bumi Majapahit. Karena atmosfer kedua belah menurut Kebo Iwa sudah tampak biru, ksatria Bedahulu tersebut berangkat dengan dijemput oleh Gajah Mada bersama bebarapa prajurit. Sesuatu luar biasa terjadi di Majapahit, saat itu Kebo Iwa diminta memamerkan kesaktianya kepada rakyat Majapahit sekaligus untuk menemukan sumber mata air. Dengan sukarela, panglima agung itu menggali tanah dengan tenaga dalamnya. Lubang terbentuk sangat dalam dengam tempo yang singkat. Kembali pada fokus taktik negara, Gajah Mada bersama prajuritnya serempak menimbun lubang tersebut. Mengubur panglima perkasa itu hidup-hidup!

            Keseluruhan skenario di atas berjalan mulus, tetapi Mahapatih menyayangkan akan kejadian itu. Sosok seperkasa kebo Iwa yang konon pernah mengukir batu dengan kuku tangannya di Bali harus berakhir seperti ini. Tidaklah ksatria jika pertarungan akan dimenangkan dengan cara tidak sehat. Namun akan lebih rendah jika wibawa sumpah suci yang menaungi negara sehebat Majapahit harus roboh hanya karena seseorang dari kerajaan yang tak seluas Wilwatika itu. Tapi cerita tidak hanya berhenti disini. Seketika bumi  bergetar hebat! Tanah berhamburan dari timbunan lubang itu. Sosok panglima ini dengan gagahnya seperti Kresna yang mengangkat gunung ataupun Jatayu yang menantang sang surya. 

Gajah Mada dan seluruh orang yang menyaksikan terkesima. Pertarungan tak terelakkan! Ambisi sang penutur sumpah Palapa benar-benar bertabrakan dengan ksatria dari tanah Bali tersebut. Perkelahian sengit pecah dengan waktu yang tidak singkat. Jurus demi jurus, tameng-tameng terbelah, senjata berhamburan, atma dari prajurit pun tak sedikit yang terpaksa lepas. Gemuruh bumi bak dihentak ratusan kerbau dan gajah. Namun lambat laun mata hati Kebo Iwa pun nyata melihat Sumpah Palapa dalam pertemuran itu. Nuswantara memang harus bersatu. 

Batinya melayang melihat masa depan yang dipenuhi sang saka Merah Putih. Sabang - Merauke bersatu menumpas kaum asing. “Bhinneka Tunggak Ika” berkumandang di antara jabat tangan anak bangsa. Akhirnya sifat ksatria mempertanyakanya, ia mencari jalan keluar. Solusi terbaiknya saat itu adalah mengorbankan dirinya. Secara implisit Panglima Militer Bedahulu itu menunjukkan kelemahan ilmunya pada Gajah Mada: yakni dengan menyiramkan kapur di raganya. Maka ketika maksud Kebo Taruna itu terbaca oleh Gajah Mada, secara bertahap Kebo Taruna pun dapat dikalahkan. 

Kembali, Gajah Mada menyesali kematian Kebo Iwa. Namun kali ini, harunya membuat ia berjanji akan menjaga keutuhan Bali dan Nusantara sampai akhir hayatnya. Darah yang tumpah dari kedua tokoh besar saat pertarungan itu memang tidak mengalir begitu saja. Darah mereka mengental di seluruh Nuswantara, membuat Sang Saka Merah-putih makin merah oleh darah mereka dan putih akan tulang mereka. Kematian Kebo Iwa adalah isyarat persatuan bangsa. Kebo Iwa adalah pelicin Sumpah Palapa!

         Demikianlah kira-kira kisah perjalanan singkat hubungan Mahapatih Gajah Mada dengan Kebo Iwa atau Kebo Taruna. Tapi hubungan mereka abadi sebagai kisah yang melagenda, khususnya di wilayah Bali dan Jawa timur. Hanya saja cerita yang berkembang di kedua wilayah tersebut agak berbeda. Dalam hal ini beberapa pendapat mengatakan karena banyak kemudi sejarah yang dibelokkan saat jaman penjajahan di Indonesia, bukan lain untuk memecah belah "Kebhinnekaan" Nusantara sendiri. 
Tapi miris teman-teman, karena yang terjadi saat ini adalah:




bersambung...

Terima kasih sudah membaca blog Menara Hitam. Mari saling genggam teman kawan. :-)
Share this article :

Follow this Blog



 
Support : Daniar Murdi(kotoran om dan)
Copyright © 2013. Menara Hitam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Menara Hitam
Proudly powered by Blogger