KEBO IWA DALAM SUMPAH PALAPA
By:
Perhatikan
gambar di bawah ini! Gagah bukan? Teman-teman pasti tahu nama mahapatih
Majapahit tersebut. Beliau memang sosok yang luar biasa hebat! Tapi
apakah tak terkalahkan? Apakah beliau adalah jawara tunggal di kancah dunia
persilatan ketika itu? Adakah sosok lain yang disegani beliau? Jawabanya: ADA!
Tepat sekali, jawaban mengarah pada judul di atas. Lalu apa kaitanya dengan
Sumpah Palapa secara spesifik? Mari simak artikel ini.
Pada
masa ekspansi militer Majapahit ke arah timur Nuswantara, tersebutlah sosok
Panglima militer Bedahulu yang dengan gagah menghadang pasukan Gajah Mada dan
Arya Damar ke Bali. Mereka beradu kekuatan hingga pihak Majapahit menyadari
kekuatan Panglima itu tidak bisa dikalahkan dengan hanya sebuah perang tanding.
Alhasil, sosok ksatria tersebut naik daun di Nuswantara, menjadi momok bagi
siapa saja yang ingin berperang dengan Bali, tidak terkecuali Majapahit
sendiri. Itu terjadi sekitar pertengahan abad 13 Masehi. Panglima perkasa tersebut
dikenal dengan nama Kebo Iwa (1324
M-1343 M).
Namun
kita ketahui, kekuatan bukan sekedar otot, bukan sekedar kepalan tangan.
Strategi militer atau taktik merupakan bagian hakiki pembentuk kekuatan itu
sendiri. Pintar dan cerdik adalah landasanya. Hal itulah yang dilakukan Ratu
Tribhuana Tunggadewi beserta petinggi-petinggi Majapahit dalam mengatasi Kebo
Iwa. Serangan-serangan terus menerjang Bedahulu. Dengan penuh taktik, bertahap akhirnya
kemenangan digenggam Wilwatikta (Majapahit) sekitar tahun 1343 Masehi. Mahapatih
pencetus “Bhinneka Tunggal Ika” tersebut otomatis menaklukan Bali seutuhnya di
bawah naungan Majapahit.
Akan tetapi ada hal menarik dan mengharukan
yang terjadi antara Gajah Mada dan Kebo Iwa pada masa penaklukan Bali. Kisah
ini sebenarnya beragam versi, namun dari rujukan beberapa sumber kira-kira
beginilah ceritanya:
Kita ketahui di atas bahwa Majapahit sangat kesulitan dalam
menaklukan Bali. Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Mahapatih beserta para
menteri pun mengadakan rapat besar-besaran. Fokus permasalahan terdapat pada
sosok terkuat di Bedahulu yang tak lain adalah Kebo Iwa atau dikenal Kebo Taruna atau Kebo Wandira. Rapat akhirnya memutuskan bahwa
momok menakutkan dari Bali itu harus disingkirkan terlebih dahulu. Sebagai
langkah awal siasat, Ratu Wilwatikta mengutus Gajah Mada pergi ke Bedahulu
untuk melakukan perdamaian. Tipu muslihat tersebut terimplementasi dengan
sepucuk surat di tangan Mahapatih, isinya tak lain adalah tanda permohonan
damai dan diplomasi kenegaraan.
Sesampainya di Sukawati, Gianyar, Bali. Patih Gajah Mada
dijemput oleh Kipasung Grigis yang sudah mengetahui perihal kedatangan patih
Gajah Mada. Pesan kepada Prabu
Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten
(Raja Bedahulu) tersampaikan. Umbul-umbul Merah-Putih dengan segala kesabaranya
menanti tertancap di tanah Bali. Hingga beberapa pekan terlewati suasana kedua
belah pihak tampak tenang, tak ada pertumpahan darah lagi. Setidaknya untuk
beberapa saat. Gajah Mada dengan ambisi Sumpah Palapanya dan Kebo Iwa sebagai
ksatria yang berjanji menjaga negaranya pastinya akan berbenturan. Akan ada
yang menjadi arang ataupun abu.
Kisah haru: tangis sesal sang
perkasa.
Suatu saat Kebo Iwa di undang ke Jawa untuk membantu
mengatasi kekeringan yang melanda bumi Majapahit. Karena atmosfer kedua belah
menurut Kebo Iwa sudah tampak biru, ksatria Bedahulu tersebut berangkat dengan
dijemput oleh Gajah Mada bersama bebarapa prajurit. Sesuatu luar biasa terjadi
di Majapahit, saat itu Kebo Iwa diminta memamerkan kesaktianya kepada rakyat
Majapahit sekaligus untuk menemukan sumber mata air. Dengan sukarela, panglima
agung itu menggali tanah dengan tenaga dalamnya. Lubang terbentuk sangat dalam
dengam tempo yang singkat. Kembali pada fokus taktik negara, Gajah Mada bersama
prajuritnya serempak menimbun lubang tersebut. Mengubur panglima perkasa itu
hidup-hidup!
Keseluruhan skenario di atas berjalan
mulus, tetapi Mahapatih menyayangkan akan kejadian itu. Sosok seperkasa kebo
Iwa yang konon pernah
mengukir batu dengan kuku tangannya di Bali harus
berakhir seperti ini. Tidaklah ksatria jika pertarungan akan dimenangkan dengan
cara tidak sehat. Namun akan lebih rendah jika wibawa sumpah suci yang menaungi
negara sehebat Majapahit harus roboh hanya karena seseorang dari kerajaan yang
tak seluas Wilwatika itu. Tapi cerita tidak hanya berhenti disini. Seketika
bumi bergetar hebat! Tanah berhamburan dari timbunan lubang itu. Sosok
panglima ini dengan gagahnya seperti Kresna yang mengangkat gunung
ataupun Jatayu yang menantang sang surya.
Gajah
Mada dan seluruh orang yang menyaksikan terkesima. Pertarungan tak terelakkan!
Ambisi sang penutur sumpah Palapa benar-benar bertabrakan dengan ksatria dari
tanah Bali tersebut. Perkelahian sengit pecah dengan waktu yang tidak singkat.
Jurus demi jurus, tameng-tameng terbelah, senjata berhamburan, atma dari prajurit pun tak sedikit yang terpaksa lepas. Gemuruh bumi bak
dihentak ratusan kerbau dan gajah. Namun lambat laun mata hati Kebo Iwa pun
nyata melihat Sumpah Palapa dalam pertemuran itu. Nuswantara memang harus
bersatu.
Batinya
melayang melihat masa depan yang dipenuhi sang saka Merah Putih. Sabang - Merauke
bersatu menumpas kaum asing. “Bhinneka Tunggak Ika” berkumandang di antara
jabat tangan anak bangsa. Akhirnya sifat ksatria mempertanyakanya, ia mencari
jalan keluar. Solusi terbaiknya saat itu adalah mengorbankan dirinya. Secara
implisit Panglima Militer Bedahulu itu menunjukkan kelemahan ilmunya pada Gajah
Mada: yakni dengan menyiramkan kapur di raganya. Maka ketika maksud Kebo Taruna
itu terbaca oleh Gajah Mada, secara bertahap Kebo Taruna pun dapat dikalahkan.
Kembali,
Gajah Mada menyesali kematian Kebo Iwa. Namun kali ini, harunya membuat ia berjanji
akan menjaga keutuhan Bali dan Nusantara sampai akhir hayatnya. Darah yang
tumpah dari kedua tokoh besar saat pertarungan itu memang tidak mengalir begitu
saja. Darah mereka mengental di seluruh Nuswantara, membuat Sang Saka
Merah-putih makin merah oleh darah mereka dan putih akan tulang mereka.
Kematian Kebo Iwa adalah isyarat persatuan bangsa. Kebo Iwa adalah pelicin
Sumpah Palapa!
Demikianlah
kira-kira kisah perjalanan singkat hubungan Mahapatih Gajah Mada dengan Kebo
Iwa atau Kebo Taruna. Tapi hubungan mereka abadi sebagai kisah yang melagenda, khususnya di wilayah
Bali dan Jawa timur. Hanya saja cerita yang berkembang di kedua wilayah tersebut
agak berbeda. Dalam hal ini beberapa pendapat mengatakan karena banyak kemudi sejarah yang dibelokkan saat jaman penjajahan di Indonesia, bukan lain untuk memecah belah "Kebhinnekaan" Nusantara sendiri.
Tapi miris teman-teman, karena yang terjadi saat ini adalah: