Home » » Pengajaran Sintakmatik Kurang Percaya Diri

Pengajaran Sintakmatik Kurang Percaya Diri

Written By sanggarsejarah on Selasa, 02 Juli 2013 | 03.37





             Mengingat seminar yang disampaikan Taufiq Ismail pada 29 April lalu di Auditorium UNY, hal utama yang saya ingat adalah “Tata Bahasa. Pokoknya Tata Bahasa...” kenapa demikian? Dalam makalah maupun ucapan lisan beliau menegaskan jika salah satu kesalahan sistem pendidikan di Nusantara adalah sikap terlalu “mengagungkan” pembelajaran kita akan tata bahasa. Semestinya pembelajaran tata bahasa diwajibkan hanya 6 tahun saja (SD dan SMP), untuk SMA yang ditekankan adalah pembelajaran membaca dan menulis. Kegiatan pembelajaran demikian bukan berarti kita sama sekali meniadakan tata bahasa pada tingkat lepas SMP, namun guru dapat mengarahkan tata bahasa siswa ketika kegiatan menulis. 

               Dalam konteks permasalahan dan teks makalah seminar saya cenderung setuju untuk pemahan beliau, hanya saja melihat kenyataan sintakmatik kita saat ini sangat memprihatinkan sekali. Dalam banyak kasus, ditemui tidak hanya puluhan kali siswa SMA bahkan mahasiswa kesulitan dalam menentukan S,P,O dan K. Artinya permasalahn sintakmatik bukan perkara enteng, dan sistem seperti itu apakah ideal diimlpementasikan di Bumi Pertiwi? mengingat rendahnya kemauan siswa akan membaca. Artinya kegiatan membaca bukan saja diamini pada sistem pembelajaranya saja, namun doktrin semangat membaca juga harusnya menjadi hal fundamental.

            Hal lain yang membuat saya menarik pada makalah tersebut yakni bahwa wajib baca pada pemerintahan Hindia – Belanda di Nusantara pada masa itu adalah 25 buku sastra dan wajib tulis 108 karangan di sekolah AMS, itu setara dengan pembelajaran membaca dan menulis pada hari ini di SMA pada negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Produk dari kurikulum tersebut adalah tokoh-tokoh besar di Indonesia. Artinya dari sudut pandang  kaum awam pun dapat menilai bahwa menurunya mutu pendidikan negeri saat ini dibandingkan era kolonial. Namun sayangnya untuk permasalah tersebut beliau kurang menyampaikan solusi untuk bobroknya sistem pendidikan tersebut. Jadi hikmah yang dapat dipetik dari semua konteks permasalahan di atas adalah  perlunya kesadaran kita akan kegiatan baca dan tulis, terlebih bagi mahasiswa calon guru agar mampu mengkondisikan hal serupa dikemudian hari dengan doktrin semangat baca dan kreatifitas tulis kepada peserta didik, minimal pada diri sendiri.


Share this article :

Follow this Blog



 
Support : Daniar Murdi(kotoran om dan)
Copyright © 2013. Menara Hitam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Menara Hitam
Proudly powered by Blogger