BENTUK
SINTESA TOPIS
DARI DEFINISI
- DEFINISI PUISI
MENURUT BEBERAPA
PARA AHLI
1.
Definisi
puisi menurut para ahli
· Puisi adalah pendramaan pengalaman yang
bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretative dramatization of
experience in metrical language). Altenbernd dalam Rachmat Djoko Pradopo
(2010:5)
· Puisi adalah seni penyatuan kenangan
dengan kebenaran melalui sentuhan imajinasi yang bernalar. Samuel Johnson dalam
Rizanur Gani ( 1988 : 159)
·Puisi juga dapat didefinisikan sebagai
sejenis bahasa yang menyampaikan pesannya dengan lebih padat dari pemakaian
bahasa biasa (Gani, 1988: 160)
·Sebuah bentuk sastra disebut puisi jika
di dalamnya terdapat pendayagunaa berbagai unsur bahasa untuk mencapai efek
keindahan. Bahas puisi tentulah singkat dan padat, dengan sedikit kata, tetapi
dapat mendialogkan sesuatu yang lebih banyak. Pendayagunaan unsur bahasa untuk
memperoleh keindahan itu antara lain dapat dicapai lewat permaianan bunyi yang
biasanya berupa berbagai bentuk
perulangan untuk memperoleh efek persajakan dan irama yang melodius
(Nurgiyantoro, 2005:26-27)
·Puisi ialah hal mencari dan melukiskan
“yang diidamkan” (the ideal). Dengan demikian tujuan puisi bukanlah melukiskan
kebenaran dan “memberi jiwa” sesuatu gambaran yang lebih indah. Tetapi sajak
itu sendiri bukanlah puisi. Alexis de Tocqueville dalam Tirtawirya (1980:9-10)
·Slametmuljana menyatakan bahwa puisi
merupakan bentuk kesustraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri
khasnya (Waluyo, 1987: 23)
·Clive Sansom memberikan batasan puisi
sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman
intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional (Waluyo, 1987: 23)
·Sedangkan Samuel Johnson menyatakan bahwa
puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang
berpangkal pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian. Tarigan dalam
Waluyo (1987: 23)
2.
Bentuk
sintesa topis
Meskipun sampai sekarang orang tidak
dapat memberikan definisi setepatnya apakah puisi itu, namun untuk memahaminya
perlu diketahui ancar-ancar sekitar pengertian puisi. Secara intiutif orang
dapat mengerti apakah puisi berdasarkan konvesi wujud puisi, namun sepanjang
sejarahnya wujud puisi selalu berubah seperti yang dikemukakan Riffaterre di
atas (Pradopo, 1987:4). Meski secara periodik definisi puisi mengalami
perubahan, maka saat itu juga akan banyak bermunculan definisi yang mutakhir, maka
Shahnon Ahmad (1978:3-4) menyatakan dalam Pradopo (1987:5) bahwa bila unsur -
unsur itu dipadukan, maka akan didapat garis-garis besar tentang pengertian
puisi yang sebenarnya.
“Unsur-unsur” yang dimaksud di
atas adalah identifikasi dari definisi puisi itu sendiri yang diintregasikan
dari berbagai sumber tertentu, misalnya dari segi fisik puisi, Clive Sansom memberikan
batasan puisi sebagai bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang mengungkapkan
pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional (Waluyo (1987:
23). Sama halnya dengan Gani (1988: 160) yang menyatakan bahwa puisi juga dapat
didefinisikan sebagai sejenis bahasa yang menyampaikan pesannya dengan lebih
padat dari pemakaian bahasa biasa. Adapun Slametmuljana menyatakan bahwa puisi
merupakan bentuk kesustraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri
khasnya (Waluyo, 1987: 23)
Dari paparan di atas, para ahli tersebut sama-sama
membahas bahasa sebagai media tunggal yang terinterdependen dengan puisi
sebagai keutuhan wujudnya, baik dari unsur kepadatan pesan ataupun pengulangan
suara dalam sebuaah puisi. Nurgiyantoro (2005:26-27) menyatakan bahwa sebuah
bentuk sastra disebut puisi jika di dalamnya terdapat pendayagunaa berbagai
unsur bahasa untuk mencapai efek keindahan. Bahasa puisi tentulah singkat dan
padat, dengan sedikit kata, tetapi dapat mendialogkan sesuatu yang lebih
banyak. Pendayagunaan unsur bahasa untuk memperoleh keindahan itu antara lain
dapat dicapai lewat permaianan bunyi yang biasanya berupa berbagai bentuk perulangan untuk memperoleh
efek persajakan dan irama yang melodius.
Keutuhan wujud puisi juga merupakan
intregasi dari suatu bahasa beserta unsur-unsur yang membangun puisi itu
sendiri, namun sudut pandang pengarang dan penggunaan bahasa juga bersifat korelatif
dalam membangun definisi puisi seperti yang dipaparkan Altenbernd dalam Rachmat
Djoko Pradopo (2010:5), beliau menyatakan bahwa puisi adalah pendramaan
pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama
(bermetrum) (as the interpretative dramatization of experience in metrical
language). Sama halnya dengan Samuel Johnson dalam Rizanur Gani ( 1988 : 159),
beliau menyatakan bahwa puisi adalah seni penyatuan kenangan dengan kebenaran
melalui sentuhan imajinasi yang bernalar.
Sudut pandang pengarang erat
kaitanya dengan tujuan penulisan, adapun Alexis de Tocqueville dalam Tirtawirya
(1980:9-10) menyatakan bahwa puisi ialah hal mencari dan melukiskan “yang
diidamkan” (the ideal). Dengan demikian tujuan puisi bukanlah melukiskan kebenaran
dan “memberi jiwa” sesuatu gambaran yang lebih indah. Dari keseluruhan
pengertian puisi di atas, secara substansi sama-sama mendefinisikan puisi
sebagai karya seni yang terbentuk berdasarkan masa lalu dari sudut pandang
pengarang ataupun dari aspek imaginatif kebahasaan. Maka garis besar tentang
pengertian-pengertian puisi tersebut akan sangat mudah dimengerti seperti yang
dipaparkan Shahnon Ahmad dalam Pradopo (1987:5) di atas, meskipun secara
periodik tertentu definisi puisi akan dapat berubah-ubah.