Pembelajaran Bersastra Melalui Pendekatan & Strategi Kontekstual
1. Hakikat
Pembelajaran Sastra
a. Pengertian
Sastra
Sastra merupakan karya seni yang
bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahanya menonjol (Nurgiyantoro, 1995 :
317), sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi April 2009 sastra
adalah bahasa, kata-kata, gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab, bukan bahasa
sehari-hari. Kedua sudut pandang di atas sama-sama mendefinisikan sastra dan bahasa
merupakan kesatuan yang korelatif, maka dapat disimpulkan bahwa sastra adalah
imajinasisasi terhadap sesuatu hal yang diungkapkan melalui ekspresi seni tulis
ataupun lisan.
b. Genre
Sastra
Genre adalah ragam, varian, tipe dan jenis, genre juga
dapat diartikan sebagai Ragam Sastra (KBBI, 2009 : 280), jadi jelas bahwa Genre
Sastra sama halnya dengan jenis-jenis sastra atau pengkategorian sastra
berdasarkan suatu hal. Dalam buku Pengajaran Sastra Indonesia - Respons dan
Analisis, Drs. Rizanur Gani mengkategorikan Pengajaran Sastra Indonesia menjadi
tiga sub bahasan yaitu pengajaran puisi, prosa dan drama maka secara langsung
beliau membagi Genre Sastra menjadi tiga hal tersebut.
Ø
Puisi
Menurut Samuel Johnson dalam Rizanur Gani ( 1988 :
159) puisi adalah seni penyatuan kenangan dengan kebenaran melalui sentuhan
imajinasi yang bernalar, sedangkan menurut Altenbernd dalam Rachmat Djoko
Pradopo (2010 : 5) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran
(menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretative dramatization of experience in metrical language).
Pengertian dari kedua tokoh tersebut secara harfiah berbeda namun dari segi
substansi sama-sama mendefinisikan puisi sebagai karya seni yang terbentuk
berdasarkan masa lalu, tampak pada kata “kenangan” dan “pengalaman”. Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa puisi adalah irama kebahasaan yang dihasilkan dari sentuhan
imajinasi terhadap suatu pengalaman atau
kenangan tertentu.
Ø
Prosa
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009
; 667) menyatakan prosa adalah bahasa tertulis yang biasa, bukan berbentuk
sajak, syair dan sebagainya, namun dapat diartikan pula prosa merupakan suatu
jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena
variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya
yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Prosa
dibagi menjadi empat jenis yaitu prosa naratif,
deskriptif,
eksposisi dan argumentatif,
sedangkan berdasarkan sejarahnya prosa terdiri dari dua
bagian yaitu prosa lama dan baru, prosa lama adalah prosa bahasa Indonesia yang
belum terpengaruhi budaya barat sedangkan prosa baru ialah prosa yang dikarang
bebas tanpa aturan apa pun. Prosa lama terdiri dari hikayat,
sejarah, kisah, dongeng dan cerita berbingkai sedangkan prosa baru terdiri dari
roman, novel, cerpen, riwayat, kritik, resensi dan esai.
Ø Drama
Drama merupakan bentuk yang paling
konkret yang secara artistik dapat menciptakan kembali situasi kemanusiaan dan
hubungan kemanusiaan (Gani, 1988 : 262), sedangkan Harymawan (1993:42) lebih
menekankan drama sebagai miniatur kehidupan yang diangkat ke panggung. Oleh karena itu drama dapat dijadikan sebagai pelajaran moral kemanusiaan
dalam gambaran miniatur kehidupan manusia itu sendiri, jadi secara garis besar
drama dapat
dimaknai sebagai pertunjukan yang
mengangkat gambaran kehidupan sosial.
c. Pengertian
Pembelajaran Bersastra
Pada seminar “Mendidik Bangsa Dengan
Sastra dan Budaya” pada 29 April 2013 di UNY, Taufiq Ismail menegaskan
kutipan-kutipan dari karya sastra sangat membantu untuk mengatasi rasa jenuh
dan bosan akan buku pelajaran yang terlalu akademik. Artinya, Pembelajaran Bersastra adalah
kegiatan belajar mengajar dengan sastra sebagai “alat” untuk pengajaranya. Jika
dicontohkan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, maka dapat
disimpulkan bahwa sastra dapat dijadikan sebagai salah satu “alat” pembelajaran
bahasa karena hakekatnya sastra merupakan karya seni yang dikemas dalam produk bahasa.
d. Tujuan
Pembelajaran Bersastra
Sastra merupakan ranah pengembangan keterampilan
dasar apresiasi (Gani, 1988 : 42).
Suminto A. Sayuti juga menjelaskan bahwa “karya
sastra juga memberikan sesuatu kepada pembaca dalam hal mempertinggi tingkat
pengenalan diri sendiri dan lingkungan” dalam seminar “Mendidik Bangsa
Dengan Sastra dan Budaya” pada 29 April 2013. Dari hasil penjabaran di atas
serta mengingat definisi Pengertian Pembelajaran Bersastra dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran bersastra adalah merujuk keterampilan dasar
apresiasi peserta didik dan mempertinggi
tingkat pengenalan diri sendiri (siswa) dan lingkungan melalui sastra sebagai
“alat” untuk mencapainya.
2.
Manfaat
Sastra Bagi Pengembangan Karakter Peserta Didik
Banyak hal yang dapat diperoleh dari
sastra bagi peserta didik, misalnya saja sastra anak. Sastra anak diyakini
memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses
menuju ke kedewasaan sebagai manusia yang mempunyai jati diri yang jelas (Nurgiyantoro
2005 : 35). Pembelajaran sastra di sekolah dengan contoh-contoh sastra anak seperti
”Bawang Putih Bawang Merah” yang stereotip ditelinga masyarakat Indonesia mengandung
nilai pendidikan tentang kemanusiaan. Cerita binatang ”Pelanduk Jenaka”
mengandung pendidikan tentang harga diri, sikap kritis, dan protes sosial.
Sementara itu bentuk puisi seperti pepatah, pantun, dan bidal penuh
dengan nilai pendidikan.
Bahkan dalam “Teori Pengkajian Fiksi”
yang ditulis oleh Burhan Nurgiyantoro menyebutkan bahwa karya sastra yang
merupakan salah satu wujud karya seni yang notabene
mengemban tujuan estetik tentunya mempunyai kekhususan sendiri dalam hal
menyampaikan pesan-pesan moralnya (1994 : 335). Kenyataan ini menunjukkan bahwa
sastra sangat relevan dengan pendidikan karakter dan sastra adalah salah satu
media atau sarana pendidikan yang dapat merangkul ranah karakter peserta didik.
Namun untuk menjadikan sastra sebagai pembentukan karakter peserta didik, tidak
serta-merta hal itu dapat terwujud. Untuk mengoptimalkan peran sastra tersebut,
dedikasi apresiator (pendidik) terhadap pembelajaran sastra sangat menentukan
keberhasilan.
3.
Aspek
yang Harus dikuasai oleh Seorang Guru Sastra
a. Ilmu
Sastra
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi April 2009 definisi ilmu adalah pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
itu; pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin
dsb). Sedangkan pengertian sastra adalah bahasa, kata-kata, gaya bahasa
yang dipakai dalam kitab-kitab, bukan bahasa sehari-hari, jadi pengertian ilmu
sastra berdasarkan pengertian ilmu dan sastra di atas yaitu pengetahuan yang menyelidiki secara
ilmiah berdasarkan metode tertentu mengenai segala hal yang berhubungan dengan
seni sastra.
b. Perkembangan
Kognitif Siswa
Berdasarkan
Ranah-Ranah Taksonomi Bloom, ranah kognitif (Knowledge) meliputi
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa dan evaluatif, dapat
disimpulkan perkembangan kognitif siswa merupakan perkembangan siswa yang
berkaitan dengan hal-hal tersebut. Sedangkan Nurgiyantoro ( 2005 : 35-46)
membagi perkembangan intelektual pada Kontribusi Sastra Anak menjadi dua
bahasan yaitu nilai personal dan nilai
pendidikan, ini berarti bahasa
imajinatif yang terkandung dalam sastra anak dapat menghasilkan
responsi-responsi intelektual dimana pengetahuan dan pemahaman siswa akan
sastra menjadi berkembang.
c.
Dedaktik Metodik di dalam Pembelajaran Sastra
Keberhasilan
proses belajar mengajar dipengaruhi oleh berbagai aspek, salah satunya melalui
metode pembelajaran yang variatif dengan implementasi yang relevan. Suminto
A. Sayuti dalam makalah seminar “Mendidik Bangsa Dengan Sastra dan Budaya” pada
29 April 2013 mendeskripsikan :
“Dalam pelaksanaan pengajaran
sastra hingga kini, di dalam memilih karya sastra yang akan diajarkan kepada
siswanya, para guru sastra selalu tidak lupa menerapkan kriteria dedaktis,
disamping kriteria lain yang terkait dengan karya sastra yang tidak boleh
diabaikan”
Artinya metode
pembelajaran yang diimplementasikan guru dalam bidang studi yang diajarkan
perlu adanya dedaktifitas beserta karya sastra lain yang variatif dan sesuai
untuk diajarkan. Dalam hal ini didaktik yang diharapkan tidak terlepas dari
prinsip dedaktis itu sendiri yakni motivasi, aktivitas, peragaan,
individualitas, apersepsi, lingkungan, korelasi, konsentrasi dan integrasi.
d.
Kurikulum Pembelajaran Sastra
Dalam
pelaksanaan pembelajaran sastra tidak terlepas dari kurikulum, namun dalam
kurikulum saat ini sastra tidak dikelompokkan ke dalam aspek ketrampilan
berbahasa karena bukan merupakan bidang yang sejenis. Walaupun demikian,
pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran bahasa
baik dengan ketrampilan menulis, membaca, menyimak, maupun berbicara. Dalam
praktiknya, pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra,
membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
4.
Pendekatan
Dalam Pembelajaran Sastra
a.
Pembelajaran sastra yang berpusat kepada guru
Pembelajaran
sastra yang berpusat pada guru (teacher centered approach) adalah
pendekatan pembelajaran yang memusatkan proses pembelajaran pada kinerja
seorang guru, guru menjadi tokoh yang paling dominan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran terpusat oleh guru akan cenderung membuat siswa pasif dalam
belajar, siswa cenderung mendengarkan, memperhatikan dan didikte cara
belajarnya oleh sang guru. Hal ini bukan berarti buruk seluruhnya, jenis
pembelajaran ini akan menimbulkan kebulatan pesan. Kebulatan pesan ini mampu
mempengaruhi dan membatasi daya pikir dan ruang gerak peserta didik sehingga
mampu memberikan semacam respon yang diharapkan oleh stimulator.
Turunan dari pembelajaran sastra ini
adalah strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori, adapun model pengajaran yang berpusat kepada guru
diantaranya diskusi-ceramah (lecture-discussion), diskoveri terpimpin (guided
discovery), dan pembelajaran konsep. Dalam pembelajaran sastra yang berpusat
pada guru, guru benar-benar dituntut berperan aktif dalam proses pembelajaran
untuk memberikan pembelajaran, namun guru tidak hanya menguasai kelas
secara monoton, guru harus cenderung mengaktifkan pemahaman siswa.
b.
Pembelajaran sastra yang berpusat kepada siswa
Pembelajaran sastra
yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
adalah pembelajaran sastra dengan menggunakan sepasang perspektif. Sepasang
perspektif yaitu fokus pada individu pembelajar (keturunan, pengalaman,
perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, dan kebutuhan) dan fokus
pada pembelajaran (pengetahuan yang paling baik tentang pembelajaran). Pembelajaran
sastra yang berpusat pada siswa menekankan bagaimana hal-hal di atas timbul
serta tentang praktek pengajaran yang paling efektif dalam meningkatkan tingkat
motivasi, pembelajaran, dan prestasi bagi semua pembelajar.
Untuk menunjang
kompetensi guru dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa maka diperlukan
peningkatan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan ketrampilan guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran berpusat pada siswa. Peran guru dalam pembelajar
berpusat pada siswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher)
menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam
hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Guru menjadi mitra
pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping (guide on the side) bagi
siswa.
5.
Pembelajaran
Menulis Kretif Puisi Melalui Strategi Kontekstual Pada Siswa SMP Kelas VII
a.
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari (Nurhadi dan Senduk, 2003 : 13). Strategi
pembelajaran kontekstual lebih mementingkan proses daripada hasil, dengan konsep
ini hasil materi diajarkan secara nyata dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam mereka
sehari-hari.
Manfaat dari strategi ini adalah siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi
sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Adapun tujuh komponen
utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (Contructivism), menemukan (Inkuiri), bertanya (Question),
masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modelling), refleksi
(Reflection), penilaian otentik (Authentic Assesment).
b. Penerapan strategi Kontekstual pada Pembelajaran
Menulis Kretif Puisi pada siswa SMP Kelas VII
Menulis kreatif puisi dengan pembelajaran
kontekstual adalah proses mengungkapkan gagasan ke dalam bentuk teks puisi
dengan mengaitkan dunia nyata dan pengalaman hidup. Dalam hal ini guru harus
mendorong siswa dalam membangun (kontruktif) kreatifitas mereka berdasarkan
pengalaman – pengalamanya, misalnya siswa dituntut aktif untuk menemukan
hal-hal yang menarik dalam masyarakat dengan bertanya jawab ataupun dengan stimulus-stimulus
tertentu kemudian dituangkan dalam bentuk puisi oleh siswa. Adapun contoh soal
dalam penerapan strategi kontekstual
pada pembelajaran Menulis Kretif Puisi pada siswa SMP
Kelas VII adalah sebagai berikut:
Tulislah puisi berisi tentang peristiwa yang
pernah kalian alami yang berhubungan
dengan keindahan alam!
Contoh soal di atas menuntut siswa untuk menuangkan
gagasan tentang keindahan alam ke dalam wujud puisi, secara langsung atau tidak
langsung dapat mengembangkan daya cipta, rasa, dan karsa bahkan dapat membentuk
watak, yakni cinta pada tempat tinggal, tempat kelahirannya, atau kekayaan
panorama yang dibanggakannya.